BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan
adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat
perkembangan. Perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi
sejalan dengan perubahan budaya kehidupan.[1] Pendidikan tidak akan
berjalan tanpa adanya arah atau tujuan yang akan dicapai. Tujuan pendidikan itu
sendiri telah diatur di dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 pasal 3 yang
merumuskan bahwa: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab”.[2]
Pendidikan
dalam Kurikulum 2013 mencakup pembelajaran sains seperti mata pelajaran IPA.
Pembelajaran dalam kurikulum 2013 menggunakan pendekatan ilmiah dengan cara
melibatkan siswa dalam penyelidikan dan interaksi
antara siswa dengan guru dan siswa yang lainnya. Siswa diarahkan untuk
mengembangkan kemampuan berpikir, bernalar dan bekerja ilmiah.[3]
Sains
dalam pendidikan mempunyai tujuan untuk meningkatkan kompetensi siswa agar
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dalam berbagai situasi. Pembelajaran IPA secara khusus sebagaimana
tujuan pendidikan secara umum yang terdapat dalam taksonomi bloom diharapkan
dapat memberikan pengetahuan (kognitif), yang merupakan tujuan utama dari
pembelajaran. Pembelajaran sains diharapkan pula memberikan keterampilan
(psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif), pemahaman, kebiasaan dan
apresiasi.[4]
Pada
penelitian ini, keterampilan berpikir yang dimaksud adalah keterampilan
berargumentasi. Hasil temuan awal ini juga sesuai dengan temuan Sondang dan
Muslim pada tahun 2012 yang
menemukan bahwa sebagian besar siswa belum terampil dalam menuliskan
argumentasi sains. Argumentasi yang dibuat oleh siswa lemah dalam menyertakan
bukti dan dukungan yang dapat menjamin kebenaran dari klaim yang diajukan.
Gagasan
pentingnya pembekalan keterampilan berargumentasi kepada siswa yaitu bahwa (1)
keterampilan berargumentasi berperan penting dalam membangun suatu eksplanasi,
model, dan teori dari suatu konsep yang dipelajari karena dengan melatihkan
keterampilan berargumentasi berarti melatihkan kemampuan kognitif dan afektif
yang dapat digunakan untuk membantu memahamkan konsep-konsep dan proses-proses
dasar fisika (2) idealnya pembelajaran fisika selain membekalkan kemampuan
kognitif juga harus membekalkan keterampilan berargumentasi kepada siswa.[5]
Indrawati
menyatakan bahwa suatu pembelajaran pada umumnya akan lebih efektif bila
diselenggarakan melalui model-model pembelajaran termasuk rumpun pemrosesan
informasi. Hal ini dikarenakan model-model pemrosesan informasi yang
berorientasi penemuan atau penyelidikan menekankan pada bagaimana siswa
berfikir dan dampaknya terhadap cara-cara mengolah informasi.[6] Hal tersebut dapat diartikan bahwa mata
pelajaran Fisika bertujuan agar siswa memiliki keterampilan proses sains yang
berguna untuk menguasai konsep-konsep fisika.
Mechling
dan Oliver mengemukakan bahwa: Keterampilan-keterampilan
proses yang diajarkan dalam pendidikan sains memberikan penekanan-penekanan
pada keterampilan berpikir yang berkembang pada anak, sehingga anak dapat
mempelajarinya dan ingin mengetahuinya.[7] Di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa
untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan
lebih lanjut dalam menerapkannya dikehidupan sehari-hari.[8] Pendidikan sains menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi
dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan sains diarahkan untuk
“mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siwa untuk memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.[9]
Mata pelajaran fisika
di MAN atau SMA berfungsi untuk mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai
ilmiah, serta mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang memiliki ilmu
pengetahuan alam dan teknologi, sedangkan tujuan pembelajaran FISIKA adalah
untuk memberikan pengalaman kepada siswa dalam merencanakan dan melakukan kerja
ilmiah untuk membentuk sikap ilmiah. Di samping itu juga untuk meningkatkan kesadaran guna
memelihara dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam.[10]
Pembelajaran
pada dasarnya merupakan proses sebab akibat. Guru mengajar merupakan penyebab
utama bagi terjadinya proses belajar siswa, meskipun tidak setiap perilaku
belajar siswa merupakan akibat guru mengajar. Guru sebagai fitur sentral harus
mampu menetapkan metode pembelajaran yang tepat sehingga dapat mendorong terjadinya
perilaku belajar siswa yang efektif, produktif, dan efesien. Salah satu metode
yang dapat digunakan dalam pembelajaran fisika adalah metode eksperimen.[11]
Metode eksperimen digunakan untuk mengatasi kelemahan
yang ada pada model pembelajaran pembangkit argumen, yaitu bahwa model
pembelajaran pembangkit argumen tidak memfasilitasi siswa untuk melakukan
kegiatan-kegiatan ilmiah yang dapat lebih menguatkan penguasaan konsep siswa
guna menunjang pembekalan keterampilan berargumentasi. Diharapkan
melalui penggunaan metode
eksperimen dalam model pembelajaran pembangkit argumen, kemampuan
kognitif dan keterampilan berargumentasi. Siswa
menjadi lebih meningkat dibandingkan hanya menggunakan model pembelajaran
pembangkit argumen tanpa menggunakan metode eksperimen.[12]
Salah
satu sekolah yang ada di kota Palangkaraya adalah MAN MODEL Palangkaraya, terletak di jalan
Tjilik riwut Km.4,5
kelas X terdiri dari 4
kelas, kelas XI terdiri 4
kelas dan XII terdiri 3
kelas jumlah guru mata pelajaran fisika berjumlah 2 orang serta mempunyai
sarana dan prasarana yang cukup memadai, misalnya: ruang media, ruang komputer,
ruang internet, perpustakaan, ruang keterampilan, dan laboratorium. laboratorium IPA dengan alat–alat yang cukup memadai. Berdasarkan observasi sementara di MAN MODEL Palangka Raya, proses
pembelajaran yang diterapkan sebagian guru dalam menyampaikan materi
pembelajaran adalah sangat sering dengan
menggunakan metode ceramah,
walaupun guru juga menggunakan metode
eksperimen siswa dan siswi tidak bisa memecahkan masalah yang diberikan
serta pembelajaran hanya terfokus pada penjelasan guru saja atau dikenal dengan
pembelajaran konvensional, Selama
proses pembelajaran jarang menggunakan metode lain, siswa juga cenderung kurang
kritis dan terampil
dalam pembelajaran fisika, serta hanya sedikit siswa yang terlibat aktif dalam
kegiatan pembelajaran yaitu ditandai dengan sedikitnya siswa bertanya dalam
pembelajaran yang dilakukan. Dari observasi ini dapat disimpulkan bahwa sekolah
MAN MODEL Palangka Raya cocok untuk
dijadikan objek penelitian ini karena sekolah tersebut memiliki permasalahan
yang sama dengan permasalahan yang dipaparkan peneliti.
Berdasarkan hasil
wawancara selanjutnya dengan salah satu guru Fisika di MAN Model Palangka Raya, pembelajaran Fisika di MAN tersebut sampai saat ini
masih menggunakan metode ceramah khususnya, sedangkan keterampilan beragumentasi
siswa kurang diperhatikan. Selain
itu juga, disebabkan saat pembelajaran
yang diberikan jarang melaksanakan kegiatan percobaan pada proses
pembelajarannya, sehingga membuat proses pembelajaran menjadi kurang bermakna
bagi siswa. Proses pembelajaran yang seperti ini menyebabkan
konsep-konsep penting dalam fisika yang seharusnya mengajak siswa berpikir
lebih dalam menjadi hilang. Oleh sebab itu, untuk mengatasi masalah tersebut
diperlukan suatu inovasi pembelajaran yang dapat bermakna bagi siswa, serta
dapat melatihkan ranah kognitif dan keterampilan berargumentasi kepada siswa.
Inovasi tersebut yaitu dengan menerapkan model pembelajaran pembangkit
argumen menggunakan metode eksperimen.
Hasil wawancara lebih lanjut dengan guru fisika diperoleh
nilai rata-rata praktikum dengan pemecahan permasalahan sendiri bagi siswa mata
pelajaran fisika belum memuaskan yaitu sebesar 70, sedangkan standar yang ditetapkan
oleh sekolah adalah 77.5. Nilai ini menunjukkan bahwa hasil
belajar siswa masih dibawah KKM dan perlu ditingkatkan. [13]
Berdasarkan uraian di
atas Peneliti mencoba untuk menggunakan model pembangkit argumen dengan menggunakan
metode eksperimen
harapan setelah menggunakan model pembelajaran ini dapat meningkatkan
kemampuan
kognitif dan keterampilan siswa.
Penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Pembangkit Argumen Dengan Menggunakan Metode Eksperimen
Terhadap Kemampuan
Kognitif Dan Keterampilan Beragumentasi Siswa.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Apakah terdapat pengaruh
dengan menggunakan model
pembangkit argumen dengan metode eksperimen terhadap kemampuan kognitif pada siswa kelas X MAN Model Palangkaraya tahun ajaran
2016/2017 materi pokok bahasan Alat – alat
optik?
2.
Apakah terdapat pengaruh
dengan menggunakan model
pembangkit argumen dengan metode eksperimen terhadap keterampilan
pada siswa kelas X MAN Model Palangkaraya
tahun ajaran 2016/2017 materi pokok bahasan Alat – alat
optik?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1.
Untuk mengetahui pengaruh kemampuan kognitif siswa setelah menggunakan model pembangkit argumen dengan metode
eksperimen pada siswa kelas X MAN Model Palangkaraya tahun ajaran
2016/2017 materi pokok bahasan Alat – alat
optik.
2.
Untuk mengetahui pengaruh kemampuan keterampilan beragumentasi siswa
setelah menggunakan model pembangkit argumen dengan metode
eksperimen pada siswa kelas X MAN Model Palangkaraya tahun ajaran
2016/2017 materi pokok bahasan Alat – alat
optik.
D. Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah, maka diberikan
batasan-batasan masalah sebagai berikut:
1.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah model pembangkit argumen dengan
metode eksperimen.
2.
Materi pelajaran fisika kelas X semester II hanya pada materi pokok
alat-alat optik
3. Hasil
belajar siswa yang diukur hanya dari ranah kognitif.
4. Keterampilan beragumentasi siswa.
5. Peneliti sebagai pengajar.
6. Objek penelitian adalah
siswa kelas pada siswa kelas X semester
II MAN Model Palangka Raya.
[1] Trianto, Mendesain model pembelajaran Inovatif – Progresif :
konsep, landasan, dan implementasinya pada kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
( KTSP ), Jakarta : Kencana, 2010, h. 1.
[2] Direktorat Jenderal Pendidikan Islam.
Undang – undang dan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan. Jakarta
: Depag RI, 2006. h. 8.
[3] Siti Zubaidah dkk, Buku Guru Ilmu Pengetahuan Alam, Jakarta:
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014, h. 58.
[4] Trianto, Model pembelajaran terpadu, Jakarta:
Bumi Aksara, 2010, h.142.
[5]http://download.portalgaruda.org/article.php?article=305938&val=5648&title=PENERAPAN
%20MODEL%20PEMBELAJARAN%20PEMBANGKIT%20ARGUMEN%20MENGGUNAKAN%20METODE%20SAINTIFIK%20UNTUK%20MENINGKATKAN%20KEMAMPUAN%20KOGNITIF%20DAN%20KETERAMPILAN%20BERARGUMENTASI%20SISWA
[7] Eko Yuli Setiawan, Implementasi
Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Inkuiri Terbimbing Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses
Sains dan Pemahaman Konsep Gelombang Siswa SMP, h. 2, Skripsi.
[8] Suharto, Panduan Pengajaran Kurikulum
Berbasis Kompetensi Mata Palajaran
Fisika untuk SMA dan MA, Jakarta: CV. Irfandi Putra, 2003. hal 1.
[10] Departemen
Pendidikan Nasional , Ilmu Pengetahuan Alam:Jakarta,2005, hal 3-4.
[12]http://download.portalgaruda.org/article.php?article=305938&val=5648&title=PENERAPAN%20MODEL%20PEMBELAJARAN%20PEMBANGKIT%20ARGUMEN%20MENGGUNAKAN%20METODE%20SAINTIFIK%20UNTUK%20MENINGKATKAN%20KEMAMPUAN%20KOGNITIF%20DAN%20KETERAMPILAN%20BERARGUMENTASI%
[13] Wawancara
dengan bapak Aris Sutikno guru mata pelajaran fisika IPA saat di MAN MODEL Palangkaraya,
rabu 30 April 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar